Psikologi pada mulanya digunakan para ilmuwan dan para filosof untuk memenuhi kebutuhan mereka dalam memahami akal pikiran dan tingkah laku aneka ragam makhluk hidup mulai dari primitif sampai paling modern. Namun secara lebih khusus, psikologi di definisikan sebagai ilmu pengetahuan yang berusaha memahami perilaku manusia, alasan dan cara mereka melakukan sesuatu dan juga memahami bagaimana makhluk tersebut perpikir dan berperasaan.
Agama islam adalah ajaran yang di turunkan ALLAH
subhanahu wa ta’ala kepada manusia melalui perantara seorang Nabi yang bernama Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam sekaligus berperan sebagai Nabi terakhir yang membawa agama dari ALLAH
subhanahu wa ta’ala.
Pengertian Psikologi Islam
Secara etimologis psikologi berasal dari kata
psycology (bahasa Inggris),
psyche (bahasa Yunani) berarti
jiwa (
soul, mind). Dalam Islam istilah jiwa dapat dinamakan dengan
al-nafs dan ada yang menyamakan dengan istilah
al-rūḥ. Kata kedua adalah
logos yang berarti
ilmu pengetahuan. Dengan demikian psikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang jiwa.
Psikologi dapat diterjemahkan dalam bahasa Arab menjadi
ilmu nafs, bahkan Soekanto Mulyomartono lebih khusus menyebutkan dengan
nafsiologi. Penggunaan istilah ini disebabkan objek kajian psikologi Islam adalah
al-nafs, yaitu aspek psikologi pada diri manusia.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa psikologi Islam adalah ilmu yang mempelajari jiwa manusia dalam berinteraksi di kehidupan dunia yang berpedoman pada ajaran agama Islam untuk mencapai kedamaian dunia dan akhirat.
Psikologi Islam adalah usaha membangun sebuah teori dari khazanah kepustakaan Islam, baik dari al-Quran, al-Sunnah ataupun al-Hadist. Psikologi Islam merupakan salah satu disiplin yang membantu seseorang untuk memahami ekspresi diri, aktualisasi diri, kontrol diri, realisasi diri,konsep diri, citra diri, harga diri, kesadaran diri, kontrol diri, dan evaluasi diri, baik untuk diri sendiri atau orang lain.
Kata
Islam berasal dari kata
aslama yang berarti
patuh atau berserah diri. Secara terminologi Islam adalah wahyu Allah
subhanahu wa ta’ala yang disampaikan kepada Nabi Muhammad SAW sebagaimana terdapat dalam al-Quran dan al-Sunnah sebagai petunjuk bagi seluruh manusia untuk mencapai kesejahteraan dan kedamaian hidup di dunia dan di akhirat.
Al-farabi adalah pioner ilmu psikologi islam. Mereka membuat ilmu tentang psikologi islam yang mana pada zaman ke emasan islam, mereka mempelajari hubungan antara kepribadian manusia dengan ajaran islam yang bersumber dari sebuah kitab yang bernama Al-Quran.
Menurut para ahli
Berikut adalah pengertian psikologi islam menurut para ahli :
[toggle title="Al-Farabi"]Individu yang terisolasi tidak akan pernah dapat mencapai semua kesempurnaan dengan sendirian saja, tanpa bantuan orang lain. Ini adalah disposisi bawaan dalam diri setiap orang untuk bergabung dengan orang lain dalam pekerjaan yang harus dilakukannya. Karena itu, untuk mencapai kesempurnaan yang ia inginkan, setiap orang butuh tinggal bersama-sama dengan orang lain dan membuat asosiasi dengan mereka, atau yang biasa kita sebut sebagai manusia adalah makhluk sosial.[/toggle]
[toggle title="Prof Zakiah Daradjat dalam Mubarak"]Psikologi Islam adalah corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam, yang mempelajari keunikan dan pola perilaku manusia sebagai ungkapan interaksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar dan alam keruhanian, dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan.
Psikologi Islam adalah ilmu yang berbicara tentang manusia, terutama kepribadian manusia yang bersifat filsafat, teori, metodologi dan pendekatan problem dengan didasari sumbersumber formal Islam (Al-Qur’an dan Hadist), akal, indera dan intuisi.
[/toggle]
[toggle title="Mujib & Muzakir"]Psikologi islam adalah Kajian islam yang berhubungan dengan aspek-aspek dan perilaku kejiwaan manusia, agar secara sadar ia dapat membentuk kualitas diri yang lebih sempurna dan mendapatkan kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat[/toggle]
[toggle title="Hanna Djumhana Bastaman"]Psikologi Islam adalah corak psikologi berlandaskan citra manusia menurut ajaran Islam yang mempelajari keunikan dan pola pengalaman manusia berinteraksi dengan diri sendiri, lingkungan sekitar, dan alam keruhanian dengan tujuan meningkatkan kesehatan mental dan kualitas keberagamaan. Menurut Baharuddin, psikologi Islam adalah sebuah aliran baru dalam dunia psikologi yang mendasarkan seluruh bangunan teori-teori dan konsep-konsepnya kepada Islam[/toggle]
[toggle title="Ancok & Suroso"]Psikologi Islami didefinisikan sebagai ilmu yang berbicara tentang manusia, terutama masalah kepribadian manusia, yang berisi filsafat, teori, metodologi dan pendekatan problem dengan didasari sumbersumber formal Islam, akal, indera dan intuisi[/toggle]
Sejarah psikologi islam
psikologi Islam terjadi karena adanya persentuhan agama dengan psikologi, terdapat empat periode, yaitu :
1.
Periode pertama pada abad ke-19
Tahun 1879 psikologi sebagai sains dimulai, ketika Wilhelm Wundt (1832-1920) dari Universitas Leipzig di Jerman mendirikan Laboratorium untuk eksperimen dan observasi. Di periode ini persentuhan agama dan psikologi belum muncul.
2.
Periode kedua di akhir abad ke-19 sampai awal abad ke-20
para psikolog berusaha untuk mengkaji dan menafsirkan perilaku beragama berdasar konsep dan teori psikologi. “Psikologi of Religion” (psikologi agama) sudah menjadi salah satu cabang dari psikologi dengan tokoh utama Edwin Diller Starbuck, James H. Leuba dan William James dengan tulisan-tulisan karya mereka.
3.
periode ketiga tahun 1930-1950
terjadi kemerosotan hubungan agama dengan psikologi, hubungan agama dengan psikologi tidak saling menghargai, menganggap dirinya masing-masing benar dan menolak kebenaran yang lain.
4.
periode keempat, dimulai tahun 1960 sampai tahun 2001
Pengembangan psikologi mengarah pada usaha-usaha untuk menjadikan nilai, budaya, dan agama sebagai objek kajian psikologi dan sebagai sumber inspirasi bagi pembangunan teori-teori psikologi sehingga hubungan agama dengan psikologi bersemi kembali. Pada periode ini lahir Psikologi Humanistik dan Psikologi Transpersonal.
Tujuan psikologi islam
Tujuan psikologi islam yaitu terbentuknya
aqliyyah Islam dan
nafsiyyah Islam. Al-Quran menjelaskan bahwasanya visi dari pada orang-orang yang iman pada Nya adalah
rahmatan lil’alamin yang artinya adalah memberi kebaikan untuk alam semesta. Artinya membawa berkah kebaikan bagi seluruh alam. Seluruh alam ini bermakna meliputi segala kehidupan yang melingkupi manusia, alam, tumbuh-tumbuhan, atau dengan arti lainnya adalah alam semesta.
Dengan visi yang demikian, tentu saja ajaran Islam tidak main-main dalam memberikan aturan-aturan yang jelas bagi kehidupan manusia. Untuk dapat mewujudkan visi tersebut, tidak ada jalan lain bagi manusia selain mengikuti aturan-aturan yang sudah di tetapkan oleh ALLAH
subhanahu wa ta’ala melalui kitabnya yaitu Al-Quran. Psikologi islam tidak hanya mempelajari tentang kepribadian manusia, tetapi psikologi islam pun mengatur bagaimana seharusnya manusia dengan manusia lainya, sikap manusia dengan tumbuhan, manusia dengan binatang juga termasuk di dalamnya manusia dengan Tuhanya yaitu ALLAH
subhanahu wa ta’ala .
Psikologi dalam pandangan islam
Perkembangan psikologi modern saat ini melaju begitu pesat. Sejumlah teori dan konsep tentang manusia mulai bermunculan. Bahkan diprediksi, bahwa kajian tentang manusia akan selalu menjadi perbincangan yang hangat di tengah-tengah cendekiawan muslim maupun barat. Membahas tentang manusia memang tidak pernah ada habisnya, bahkan selalu menarik untuk diperdebatkan. Karena manusia merupakan makhluk yang khas dengan segala potensi dan keistimewaan yang dimilki.
Psikologi Islam sebagai sebuah kajian ilmu yang baru dikembangkan di awal tahun 60-an belum banyak orang mengenal, jika dibandingkan dengan psikologi barat yang usianya telah berabad-abad. Sebagai disiplin ilmu baru, Psikologi Islam lahir sebagai antitesis terhadap berbagai madzab psikologi modern. Dalam wataknya yang terbuka saat ini, disiplin ilmu psikologi modern harus meredefinisi dirinya, sehingga Psikologi Islam bisa menjadi salah satu alternatif yang dapat ditawarkan.
Meskipun Psikologi barat berfokus pada ego sebagai subjek dan objek yang menjadi landasan sentral paham hedonisme dan individualisme barat, sedangkan psikologi Islam mendasarkan pada spiritualisme, namun keduanya memiliki titik singgung yang sama yaitu manusia sebagai objek kajiannya.
Manusia menurut Al-Quran
Manusia adalah makhluk yang sangat menarik. Para ahli telah mengkaji manusia menurut bidang studinya masing-masing, tetapi sampai sekarang para ahli masih belum mencapai kata sepakat tentang manusia. Ini terbukti dari banyaknya penamaan manusia, misalnya homo sapien (manusia berakal), homo economicus (manusia ekonomi) yang kadangkala disebut economic animal (binatang ekonomi), dan sebagainya.
Al- Qur’an tidak menggolongkan manusia ke dalam kelompok binatang (animal) selama manusia mempergunakan akalnya dan karunia ALLAH
subhanahu wa ta’ala lainnya. Dalam Al-Quran manusia dipanggil dengan beberapa istilah, antara lain al-insaan, al-naas, al-abd, dan bani adam dan sebagainya. Al-insaan berarti suka, senang, jinak, ramah, atau makhluk yang sering lupa. Al-naas berarti manusia (jama’). Al-abd berarti manusia sebagai hamba ALLAH
subhanahu wa ta’ala. Bani adam berarti anak-anak Adam karena berasal dari keturunan nabi Adam. Namun dalam Al-Quran dan Al-Sunnah disebutkan bahwa manusia adalah makhluk yang paling mulia dan memiliki berbagai potensi serta memperoleh petunjuk kebenaran dalam menjalani kehidupan di dunia dan akhirat.
Menurut Al-Quran, manusia dibandingkan makhluk lain, mempunyai berbagai ciri, anttara lain ciri utamanya adalah:
- Makhluk yang paling unik, dijadikan dalam bentuk yang baik, ciptaan ALLAH subhanahu wa ta’ala yang paling sempurna.
- Manusia memliki potensi (daya atau kemampuan yang mungkin dikembangkan) beriman kepada ALLAH subhanahu wa ta’ala.
- Manusia diciptakan ALLAH subhanahu wa ta’ala untuk mengabdi kepadanya.
- Manusia diciptakan ALLAH subhanahu wa ta’ala untuk menjadi khalifah-Nya di bumi.
- Disamping akal, manusia dilengkapi ALLAH subhanahu wa ta’ala dengan perasaan dan kemauan atau kehendak.
- Secara individual manusia bertanggung jawab atas segala perbuatannya.
- Berakhlak.
Manusia adalah makhluk yang paling unik
لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيمٍ
sesungguhnya kami telah menciptakan manusia dalam keadaan yang sebaik-baiknya/sempurna.( QS at-tin : 4)
ALLAH
subhanahu wa ta’ala .
dalam
ayat
ini menegaskan secara eksplisit bahwa manusia itu diciptakan
dalam
bentuk
yang
paling sempurna. Ar-Raghib Al-Asfahani, seorang pakar
bahasa
Al Quran menyebutkan bahwa kata 'taqwiim' pada ayat ini merupakan sarat
tentang
keistimewaan
manusia
dibanding
binatang,
yaitu
dengan dikaruniainya
akal,
pemahaman,
dan
bentuk
fisik
yang tegak dan lurus. Jadi 'ahsani taqwiim' berarti bentuk fisik dan psikis yang sebaik-baiknya.
Jika kita
cermati
lebih
jauh,
sesungguhnya kesempurnaan manusia bukan hanya
sekedar pada bentuk fisik dan psikisnya saja, kedudukan manusia di antara makhluk
ALLAH subhanahu wa ta’ala lainnya
pun
menempati
peringkat tertinggi, melebihi kedudukan malaikat,
"Dan sesungguhnya Kami telah memuliakan anak Adam (manusia) dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami melebihkan mereka atas makhluk-makhluk yang Kami ciptakan, dengan kelebihan yang menonjol."(Q.S. Al Isra 17:70)
Pada
prinsipnya, malaikat adalah makhluk mulia. Namun jika manusia beriman dan
taat
kepada
ALLAH subhanahu wa ta’ala ,
ia
bisa
melebihi kemuliaan para malaikat. Ada beberapa
alasan
yang
mendukung
pernyataan
tersebut.
Pertama,
ALLAH subhanahu wa ta’ala . memerintahkan kepada malaikat untuk bersujud (hormat) kepada Adam a.s. Saat awal penciptaan
manusia
ALLAH subhanahu wa ta’ala berfirman
, "Dan ingatlah ketika Kami berfirman kepada para Malaikat, "Sujudlah kamu kepada Adam", maka sujudlah mereka kecuali Iblis, ia
enggan
dan takabur dan ia adalah termasuk golongan kafir." (Q.S. Al Baqarah 2:34)
Kedua,
malaikat
tidak
bisa
menjawab
pertanyaan
ALLAH subhanahu wa ta’ala tentang al asma (nama-nama
ilmu
pengetahuan),
sedangkan
Adam a.s. mampu karena memang diberi ilmu
oleh
ALLAH subhanahu wa ta’ala ,
"Dan Dia mengajarkan kepada Adam nama-nama seluruhnya, kemudian mengemukakannya kepada para malaikat, lalu berfirman, " Sebutkanlah kepada-Ku
nama
benda-benda
itu
jika
kamu memang golongan yang benar. Mereka menjawab,
"Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain apa yang telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah yang Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana." ALLAH subhanahu wa ta’ala berfirman,
"Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini." Maka
setelah
diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda
itu,
ALLAH subhanahu wa ta’ala berfirman,
"Bukankah sudah Kukatakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan."(Q.S. Al Baqarah 2:31-32).
Ketiga,
kepatuhan malaikat kepada ALLAH
subhanahu wa ta’ala karena sudah tabiatnya, sebab malaikat
tidak memiliki hawa nafsu; sedangkan kepatuhan manusia pada ALLAH
subhanahu wa ta’ala melalui perjuangan yang berat melawan hawa nafsu dan godaan setan. Keempat,
manusia
diberi
tugas
oleh ALLAH
subhanahu wa ta’ala menjadi khalifah di muka bumi, "Ingatlah
ketika
Tuhanmu
berfirman
kepada
para
malaikat,
"Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi..." (Q.S. Al Baqarah 2:30).
Mencermati analisis di atas, bisa disimpulkan betapa ALLAH subhanahu wa ta’ala Telah memberikan kemuliaan yang begitu tinggi pada manusia, bukan hanya yang bersifat fisik dan psikis, tapi juga dari segi kedudukannya. Namun, kalau manusia tidak mampu mengemban amanah yang begitu besar, derajatnya akan turun ke tingkat yang paling hina, bahkan bisa lebih hina dari binatang sekalipun, sebagaimana dijelaskan dalam ayat berikutnya.
Manusia memiliki potensi
وَمَا كَانَ لِنَفْسٍ أَنْ تُؤْمِنَ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ وَيَجْعَلُ الرِّجْسَ عَلَى الَّذِينَ لَا يَعْقِلُونَ
Dan tidak ada seorangpun akan beriman kecuali dengan izin ALLAH
subhanahu wa ta’ala ; dan ALLAH
subhanahu wa ta’ala menimpakan kemurkaan kepada orang-orang yang tidak mempergunakan akalnya. (QS. Yunus : 100)
Intelek adalah kunci utama dalam pemikiran filsafat alFarabi, termasuk yang berkaitan dengan keilmuan. Intelek ini mempunyai dua kemampuan: praktis (`amalî) dan teoritis (nazharî). Kemampuan teoritis digunakan untuk menangkap bentuk-bentuk objek intelektual (ma`qûlât), sedang kemampuan praktis dimanfaatkan untuk membedakan sedemikian rupa satu sama lainnya sehinga kita dapat menciptakan atau mengubahnya dari satu kondisi kepada kondisi yang lain. Kemampuan yang disebutkan kedua ini biasanya terjadi pada masalah-masalah ketrampilan seperti pertukangan, pertanian atau pelayaran.
Manusia diciptakan untuk mengabdi pada ALLAH subhanahu wa ta’ala .
يَا أَيُّهَا النَّاسُ اعْبُدُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ وَالَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ
Hai manusia, sembahlah Tuhanmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu, agar kamu bertakwa (QS. Al-Baqarah : 20)
Pada ayat 21 ini, adalah perintah yang bersifat umum bagi seluruh manusia dengan sebuah perintah yang umum, yaitu ibadah yang komplit dengan menaati perintah-perintah ALLAH
subhanahu wa ta’ala, menjauhi larangan larangan Nya, dan mempercayai kabar-kabar Nya, lalu ALLAH
subhanahu wa ta’ala memerintahkan mereka kepada tujuan dari penciptaan mereka, ALLAH
subhanahu wa ta’ala berfirman, "Dan aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka menyembah Ku." (Adz-Dzaariyat: 56).
Manusia sebagai khalifah (Pemimpin) di bumi
وَإِذْ قَالَ رَبُّكَ لِلْمَلَائِكَةِ إِنِّي جَاعِلٌ فِي الْأَرْضِ خَلِيفَةً ۖ قَالُوا أَتَجْعَلُ فِيهَا مَنْ يُفْسِدُ فِيهَا وَيَسْفِكُ الدِّمَاءَ وَنَحْنُ نُسَبِّحُ بِحَمْدِكَ وَنُقَدِّسُ لَكَ ۖ قَالَ إِنِّي أَعْلَمُ مَا لَا تَعْلَمُونَ
Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi". Mereka berkata: "Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?" ALLAH subhanahu wa ta’ala berfirman: "Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui".
ALLAH subhanahu wa ta’ala memerintahkan Rasul-Nya (Nabi Muhammad) untuk mengingat firman-Nya kepada para malaikat bahwa ALLAH subhanahu wa ta’ala akan menciptakan manusia yang dijadikan sebagai pengganti bagi makhluq sebelumnya. Menurut Abu Bakr al-Jaza’iri, makhluq sebelumnya yang tinggal di bumi dan dijadikan penguasa adalah dari golongan jin. Jin sangat berbuat kerusakan dengan banyak berbuat kekafiran dan banyak menumpahkan darah.
Manusia memiliki kemauan dan kehendak
وقد أعطاه الله مشيئة بها يقدر على الإيمان والكفر، والخير والشر، فمن آمن فقد وفق للصواب، ومن كفر فقد قامت عليه الحجة، وليس بمكره على الإيمان، كما قال تعالى { لا إكراه في الدين قد تبين الرشد من الغي } وليس في قوله: { فمن شاء فليؤمن ومن شاء فليكفر } الإذن في كلا الأمرين، وإنما ذلك تهديد ووعيد لمن اختار الكفر بعد البيان التام.
“Allah telah memberikan kehendak kepada manusia yang dengannya ia mampu untuk beriman atau menjadi seorang yang kufur, memilih kebaikan atau keburukan. Siapa saja yang beriman maka ia telah memilih yang benar, sedang siapa yang kafir maka telah sampai padanya hujjah. Dan ini menunjukkan tidak adanya pakasaan untuk beriman sebagaimana firman ALLAH subhanahu wa ta’ala , “Tidak ada paksaan dalam agama, telah jelas jalan yang benar dan jalan yang sesat.”
Perlu diketahui bahwa ayat yang berbunyi, “Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir” bukanlah merupakan izin untuk berbuat kekafiran. Akan tetapi ayat ini hanya menunjukkan ancaman bagi siapa saja yang memilih kekufuran setelah nampak kejelasan yang sempurna padanya.”
Manusia bertanggung jawab atas segala perbuatanya
كُلُّ نَفْسٍ بِمَا كَسَبَتْ رَهِينَةٌ
Tiap-tiap diri bertanggung jawab atas apa yang telah diperbuatnya (QS. Al-Muddassir : 38)
Tanggung jawab menurut kamus umum Bahasa Indonesia adalah keadaan wajib menanggung segala sesuatunya. Sehingga bertanggung jawab adalah berkewajiban menanggung, memikul jawab, menanggung segala sesuatunya, dan memberikan jawab serta menanggung akibatnya.Seseorang mau bertanggung jawab karena ada kesadaran atau pengertian atas segala perbuatan dan akibatnya dan atas kepentingan pihak lain. Timbulnya sikap tanggung jawab karena manusia itu hidup bermasyarakat dan hidup dalam lingkungan alam. Manusia di dalam hidupnya disamping sebagai makhluk ALLAH
subhanahu wa ta’ala , makhluk individu, juga merupakan makhluk sosial. Dimana dalam kehidupannya di bebani tanggung jawab, mempunyai hak dan kewajiiban, dituntut pengabdian dan pengorbanan.
Tanggung jawab manusia terhadap ALLAH
subhanahu wa ta’ala yaitu dimana tindakan manusia tidak bisa lepas dari hukum-hukum ALLAH
subhanahu wa ta’ala yang dituangkan dalam berbagai kitab suci melalui berbagai macam agama. Dalam hubungannya dengan ALLAH
subhanahu wa ta’ala , manusia menempatkan posisinya sebagai ciptaan dan ALLAH
subhanahu wa ta’ala sebagai pencipta. Posisi ini memiliki konsekuensi adanya keharusan manusia untuk taat dan patuh kepada Penciptanya yaitu dengan menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.
Beberapa tanggung jawab manusia terhadap ALLAH
subhanahu wa ta’ala adalah sebagai berikut:
- Mengabdikan diri kepada ALLAH subhanahu wa ta’ala dengan beriman dan melakukan amal soleh mengikut syariat yang ditetapakan oleh agama.
- Mensyukuri nikmat yang telah dikaruniakanNya kepada kita semua.
- Beribadah kepada ALLAH subhanahu wa ta’ala sesuai dengan keyakinan dan kepercayaan yang dianut masing-masing.
- Melaksanakan segala perintahNya serta berusha menjauhi atau meninggalkan segala apa yang dilarang oleh ALLAH subhanahu wa ta’ala .
- Menuntut ilmu dan menggunakannya untuk kebajikan (kemaslahatan) umat manusia sebagai bekal kehidupan baik didunia maupun diakhirat kelak.
Manusia diciptakan sebagai makhluk berakhlak
وَإِنَّكَ لَعَلَىٰ خُلُقٍ عَظِيمٍ
Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung. (QS. Al-Qalam : 4)
Akhlak berasal dari bentuk jamak khuluk yang berarti watak, tabiat, perangai dan budi pekerti. Imam al-Ghazali memberi batasan khuluk sebagai : “Khuluk adalah sifat yang tertanam dalam jiwa yang mendorong lahirnya perbuatan dengan mudah dan ringan tanpa pertimbangan dan pemikiran mendalam”. Dari pengertian ini, suatu perbuatan dapat disebut baik jika dalam melahirkan perbuatan-perbuatan baik itu dilakukan secara spontan dan tidak ada paksaan atau intervensi dari orang lain.
Akhlak merupakan manifestasi iman, Islam dan Ikhsan sebagai refleksi sifat dan jiwa yang secara spontan dan terpola pada diri seseorang sehingga melahirkan perilaku yang konsisten dan tidak tergantung pada pertimbangan berdasarkan keinginan tertentu. Semakin kuat dan mantap keimanan seseorang, semakin taat beribadah maka akan semakin baik pula akhlaknya.
Psikoterapi dalam agama islam
Dalam perspektif bahasa, kata psikoterapi berasal dari kata psyche dan therapy. Adapun kata psyche atau nafs adalah bagian dari diri manusia dari aspek yang lebih bersifat rohaniyah dan paling tidak lebih banyak menyinggung sisi yang dalam dari eksistensi manusia, dari pada fisik atau jasmaniyahnya. Sedangkan dalam bahasa Inggris kata therapy bermakna pengobatan atau penyembuhan. Jadi, psikoterapi adalah pengobatan penyakit dengan cara kebathinan, atau penerapan teknik khusus pada penyembuhan penyakit mental, atau penyembuhan lewat keyakinan agama dan diskusi personal dengan para guru atau teman.
Adapun psikoterapi Islam adalah proses pengobatan dan penyembuhan suatu penyakit, apakah mental, spiritual, moral, maupun fisik dengan melalui bimbingan Al-Quran dan As-Sunnah, atau secara empiris adalah melalui bimbingan dan pengajaran ALLAH subhanahu wa ta’ala , Malaikat-malaikat-Nya, Nabi dan Rasul-Nya,atau ahli waris para Nabi-Nya.
H. Fuad Anshory juga berpendapat bahwa psikoterapi Islam adalah upayapenyembuhan jiwa (nafs) manusia secara rohaniah yang di dasarkan pada tuntutan al-Quran dan Hadits, dengan metode analisis esensial, empiris, serta ma’rifat terhadap segala yang tampak pada manusia.
Adapun metode-metode yang dipakai oleh psikoterapi Islam adalah:
1. Metode Ilmiah (Method of Science)
Metodologi ilmiah adalah metode yang selalu dan sering di aplikasikan dalam dunia pengetahuan pada umumnya. Untuk membuktikan suatu kebenaran dan hipotesa-hipotesa maka dibutuhkan penelitian secara empirisdi lapangan, dan untuk mencapai kesempurnaan, paling tidak mendekati kesempurnaan untuk penelitian hipotesa itu, maka metode ini sangat dibutuhkan, dengan teknik-teknik seperti interview (wawancara),eksperimen, observasi (pengamatan), tes, dan survei di lapangan.
2. Metode Keyakinan (Method of Tenacity)
Metodologi keyakinan adalah metode berdasarkan suatu keyakinan yang kuat yang di miliki oleh seorang peneliti. Keyakinan itu dapat diraih melalui:
-
Ilmul Yaqin, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh berdasar ilmu secara teoritis.
-
Ainul Yaqin, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan mata kepala secara langsung tanpa perantara.
-
Haqqul Yaqin, yaitu suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan dan penghayatan pengalaman (empiris), artinya si peneliti sekaligus menjadi pelaku dan peristiwa dari penelitiannya. Inilah keyakinan sesungguhnya.
-
Kamalul Yaqin, yaitu suatu keyakinan yang sempurna dan lengkap,karena ia dibangun di atas keyakinan berdasarkan hasil pengamatan dan penghayatan teoritis, aplikatif, dan empiris.
3. Metode (Method of Authority)
Metodologi otoritas adalah metode dengan menggunakan otoritas yangdimiliki oleh seorang peneliti/psikoterapi, yaitu berdasarkan keahlian, kewibawaan, dan pengaruh positif.
Atas dasar itulah seorang psikoterapis memiliki hak penuh untuk melakukan tindakan secara bertanggung jawab. Apabila seorang psikoterapis memiliki otoritas yang tinggi, maka sangat membantu dalam mempercepat proses penyembuhan terhadap suatu penyakit atau gangguan yang sedang diderita oleh seseorang.
4. Metode Intuisi (Method of Intuition)
Metode intuisi adalah metode berdasarkan ilham yang bersifat wahyu yang datangnya dari ALLAH subhanahu wa ta’ala. Metode ini sering digunakan oleh para sufi dan orang-orang yang dekat dengan ALLAH subhanahu wa ta’alaAllah dan mereka memiliki pandangan batinyang tajam (bashirah), serta tersingkapnya alam kegaiban (mukasysyafah).
Manfaat mempelajari psikologi islam
Setelah memaparkan bahasan tentang psikologi islam, berikut adalah manfaat-manfaat diantaranya adalah
- Menjalankan psikologi islam dapat mengetahui fungsi, posisi, tugas umat manusia di bumi
- Psikologi islam menjelaskan kepada manusia tentang perbuatan baik dan buruk menurut Al-Quran
- Selain menjadi manfaat kepada sesama manusia, psikologi islam juga menganjurkan manusia agar bermanfaat pada alam sekitar